Sebagian besar energi yang dialirkan manusia ke sana kemari
adalah dalam bentuk listrik, yang mengalir pada kabel-kabel tembaga. Bahan ini
memiliki banyak elektron yang mudah bergerak sehingga digunakan sebagai pipa
untuk menyalurkan elektron. Jika kita tumpuk elektron di salah satu ujungnya,
lalu tekan dengan tegangan listrik, elektron akan mengalir sampai ke ujung
satunya lagi tanpa peduli berapa rumit bentuk kawat itu. Jalur-jalur tembaga
ini kita lihat di mana-mana, mulai dari transmisi tegangan tinggi sampai
jalur-jalur dalam papan sirkuit di komputer yang kita gunakan sekarang.
Apakah harus selalu dengan
kabel?
Tembaga semakin lama makin mahal. Menara transmisi ditebangi dan
kabel bawah tanah sulit sekali memasangnya. Sepertinya cuma di Indonesia, hutan
ditebangi, menara listrik pun ditebangi. Meski demikian, pemandangan alam
berupa sawah, bukit, rel kereta, jika digabung dengan menara listrik, memang
tampak jelek sekali kelihatannya. Kalau energi itu bisa terbang begitu saja
melalui udara kosong, mungkin tidak ada lagi keruwetan kabel.
Tunggu dulu, bukankah itu sudah lama terjadi?
Bukankah energi matahari yang sampai ke sini terbang begitu saja dari sana ke
sini dengan kecepatan cahaya melalui angkasa kosong? Ya, betul. Akan tetapi,
matahari adalah bom nuklir besar yang sedang meledak terus-menerus, dan
sepertinya kita tidak ingin meniru cara itu di sini (baca: fusi).
Transfer informasi versus
transfer energi
Sudah lama kita mengenal pemancar radio yang
mengirimkan gelombang radio, yang tentu mengandung energi, ditransfer dari
puncak menara ke seluruh kota. Mungkin ada yang bertanya, mengapa kita tidak
bisa melakukan hal serupa terhadap energi listrik? Untuk menjawab pertanyaan
ini, perlu diperhatikan bahwa yang diutamakan dalam pemancar-pemancar semacam
radio adalah transfer informasi, bukan transfer energi gelombang itu sendiri.
Tidak peduli berapa kuat gelombangnya, yang diinginkan adalah bahwa handphone kita menerima sinyal berupa variasi kecil
dalam gelombang radio. Kita bisa bicara sinyal lemah dan sinyal kuat. Namun,
selama sinyal masih ada, kita tetap bisa mengirim SMS, menerima panggilan, dan
mengakses hotspot.
Transfer energi sangat berbeda dengan transfer
informasi. Dalam ulasan kita di sini, yang diinginkan dalam kemampuan transfer
energi tanpa kabel adalah bahwa pemancar berkekuatan sekian kilowatt
memancarkan gelombang elektromagnetik menuju penerima, kemudian energinya bisa
digunakan untuk (misalnya) memasak nasi, tanpa kabel. Kita bisa bayangkan pula
semacam setrika wireless. Masalahnya adalah
bagaimana supaya energi yang dipancarkan hanya mencapai setrika, dan tidak
televisi, telepon, dan orang? Tentu berbahaya jika orang kepanasan seperti
layaknya kain terkena setrika hanya karena orang itu menerima energi dari
pemancar radio.
Upaya realisasi transfer energi
tanpa kabel
Mimpi manusia untuk membuat transfer energi
tanpa kabel telah dirintis Nikola Tesla sekitar tahun 1900-an dengan
menggunakan sebuah koil (yang dikenal dengan nama Tesla coil) untuk membuat tegangan tinggi di udara. Lampu TL yang dipegang di
dalam area pengaruhnya akan menyala. Bahkan, orang yang menyentuh elektrode
Tesla ini akan… sudahlah, tak usah dibicarakan. Selanjutnya, Tesla meneliti
cara penyaluran energi dengan membuat gelombang berdiri di antara Bumi dan
ionosfer, melalui Bumi, dan media alam. Namun, berdasarkan fakta bahwa sekarang
kita tidak menggunakan alat-alat listrik semacam Tesla coil, tentunya hasil-hasil percobaan Tesla entah
bagaimana berakhir tidak sesuai harapannya.
Contoh Tesla coil
di pusat sains dan teknologi Australia.
Bagaimanapun, di abad ini orang-orang mulai
mencoba kemungkinan lain. Salah satu solusi adalah dengan gelombang mikro.
Ingat bahwa gelombang mikro di dalam oven terbang dari pemancar di pojoknya
menuju makanan yang sedang dimasak. Beberapa penelitian membuat antena pemancar
besar dengan penguatan (gain) yang tinggi (artinya
pancarannya terarah) dan antena penerima yang sebanding. Daya sebesar puluhan
kilowatt berhasil diterbangkan melalui udara kosong sejauh beberapa kilometer
dengan efisiensi mencapai 90%. Dengan versi yang lebih kecil, orang sudah bisa
membuat pesawat terbang kecil yang mendapat tenaganya dari pemancar microwave
semacam itu (lihat juga Microwave Power Transmission di Wikipedia).
Selanjutnya, muncul banyak pertanyaan.
Bagaimana dengan hal-hal yang bisa mengganggu? Gelombang mikro berukuran mikro,
demikian pula tetes air hujan dan kabut. Ketika gelombang menemui penghambur
yang ukurannya berdekatan dengan panjang gelombang, apakah ia akan tersebar
seperti cahaya biru di langit biru? Bagaimana supaya makhluk hidup yang
melanggar jalur gelombang tidak matang seperti dalam oven microwave? Untuk mengatasi masalah ini diameter antena
harus dibuat besar sekali supaya daya tersebar pada luas penampang besar. Jika
daya 100 kilowatt tersebar pada luas penampang 1000 meter persegi, seorang anak
manusia dengan luas penampang 1 m2 akan menerima daya 100 watt (intensitas
cahaya matahari adalah 1366 W/m2).
Salah satu aplikasi yang terpikirkan para
peneliti berdasarkan transfer energi model ini adalah dengan membuat pembangkit
listrik di luar angkasa. Panel surya mengubah cahaya menjadi listrik, listrik
menjadi microwave,microwave terbang ke bumi dan diubah jadi listrik
lagi. Jika luas penampang berkas gelombangnya cukup besar (juga antenanya),
rapat daya per satuan luas menjadi tidak berbahaya. Kita bisa pasang
penerimanya di Samudra Pasifik sana yang tidak ada kapal lewat (baik kapal laut
dan kapal terbang) ataupun awan yang mengganggu.
Kemudian ada mimpi tentang laser. Sumber laser bertenaga
megawatt sudah bisa dibuat, tinggal penerimanya yang belum. Panel surya
sekarang baru bisa mengubah 50 persen energi cahaya menjadi listrik. Tunggu
sampai para ilmuwan nanoteknologi bisa membuat antena berukuran nanometer,
nanti kita akan melihat antena penerima cahaya. Bagaimanapun, masalah
benda-benda penghalang juga belum terpecahkan.
Model pesawat
terbang bertenaga laser (proyek NASA).
Model transfer energi yang telah dijelaskan di
atas adalah untuk transfer energi jarak jauh. Untuk jarak dekat, seperti dalam
rumah, transfer energi tanpa kabel juga bisa bermanfaat. Cara yang sudah
dikembangkan orang adalah, tanpatesla coil, kita bisa membuat pemancar radio yang tidak
memancarkan radiasi elektromagnetik, tetapi gelombangevanescent. Radiasi artinya memancar sampai jauh,
sedangkan evanescent artinya
menghilang pada jarak dekat.
Misalkan panjang gelombang yang dipakai adalah
10 meter, maka medan gelombang evanescent hanya akan ada pada radius beberapa
meter. Penerimanya adalah sistem L-C yang memiliki frekuensi resonansi sama
dengan pemancar. Jika penerimanya berada dalam jangkauan medan gelombang evanescent, akan timbul energi dalam rangkaian penerima
yang sepertinya loncat begitu saja dari pemancar. Karena penerimanya harus
beresonansi dengan pemancar, berarti benda yang tidak beresonansi dengan
pemancar, seperti manusia, tidak akan menerima energi.
Aplikasi transfer energi jarak dekat sekarang
ini sedang marak dikembangkan. Salah satunya oleh perusahaan dengan nama
WiTricity, kependekan dari wireless dan electricity. Mungkin setelah membaca tulisan ini
teman-teman berminat mengembangkan hal serupa di tanah air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar